Mengungkap Sejarah Evolusi Air Liur Manusia

38
Mengungkap Sejarah Evolusi Air Liur Manusia

Selama bertahun-tahun, kita menganggap remeh air liur, cairan yang penting untuk pencernaan, kesehatan mulut, dan pertahanan penyakit. Namun, perjalanan evolusi air liur manusia masih belum diketahui hingga saat ini. Sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Buffalo telah memberikan pencerahan baru tentang bagaimana air liur manusia berevolusi, mengungkapkan seringnya duplikasi gen protein, kehilangan, dan perubahan peraturan, khususnya dalam garis keturunan primata. Penemuan ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana pola makan dan penyakit telah membentuk biologi primata dan evolusi manusia.

Temuan Utama dari Analisis Genomik

Penelitian yang diterbitkan dalam Genome Biology and Evolution ini merupakan kelanjutan dari kerja kolaboratif sebelumnya antara Stefan Ruhl, DDS, Ph.D., profesor dan ketua Biologi Lisan, dan Omer Gokcumen, Ph.D., profesor ilmu biologi. Penelitian yang dipimpin oleh mantan Ph.D. mahasiswa Petar Pajic dan Ph.D. mahasiswa Luane Landau, menggunakan kumpulan data DNA dan RNA untuk membandingkan spesies, menunjukkan bagaimana gen sekretori kalsium-binding fosfoprotein (SCPP) berubah dan berkembang sepanjang evolusi—sebuah proses yang terkait dengan perkembangan kerangka, munculnya enamel gigi pada ikan, dan produksi susu pada mamalia.

Air liur Manusia: Sangat Berbeda

Awalnya, para peneliti berhipotesis bahwa air liur manusia sangat mirip dengan air liur kera, mengingat homologi genetik mereka yang tinggi (lebih dari 98%). Namun, mereka terkejut menemukan banyak perbedaan komposisi. Pengungkapan ini mendorong analisis komparatif yang lebih luas terhadap berbagai spesies hewan, menyoroti korelasi kuat antara pola makan dan komposisi protein air liur.

Diet Mendorong Evolusi Air Liur

Temuan ini menunjukkan bahwa pola makan hewani memainkan peran penting dalam membentuk air liur mereka. Misalnya, primata bukan manusia memiliki kadar amilase yang relatif rendah—enzim yang memecah pati—dalam air liurnya, berbeda dengan manusia yang memiliki kadar amilase yang jauh lebih tinggi. Perbedaan ini berasal dari adopsi awal konsumsi pati oleh manusia sedangkan kera tidak.

Kaitan Evolusioner dengan Produksi Susu

Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa beberapa gen kunci yang mengkode protein air liur yang melimpah pada manusia dikelompokkan dengan gen yang bertanggung jawab dalam produksi kasein susu. Gen-gen ini menyediakan kalsium untuk pertumbuhan tulang bayi, mencerminkan peran air liur dalam melindungi gigi melalui mineralisasi. Para peneliti menyimpulkan bahwa diversifikasi gen air liur terutama terjadi pada garis keturunan primata—mereka yakin ini merupakan konsekuensi dari beragamnya pola makan yang dikonsumsi oleh primata non-manusia, yang membantu mereka membedakan rasa dan bertahan dari zat berbahaya.

Potensi untuk Penelitian Masa Depan dan Pengobatan yang Dipersonalisasi

Penelitian ini membuka beberapa jalan untuk eksplorasi masa depan. Membandingkan komposisi air liur antar budaya dengan pola makan tradisional yang berbeda dapat menjelaskan hubungan antara pola makan, air liur, dan kerentanan terhadap penyakit mulut. Para peneliti juga menyarankan untuk memeriksa air liur kelelawar, yang dikenal dengan pola makannya yang beragam, untuk melihat apakah diversifikasi protein serupa telah terjadi.

“Jika Anda ingin menemukan biomarker yang dapat diandalkan untuk penyakit dan kelainan, pertama-tama Anda harus menetapkan dasar yang kuat,” kata Ruhl. “Kami mengetahui adanya biomarker pada individu yang berbeda, namun kami tidak mengetahui berapa tingkat normal dari biomarker tersebut dalam air liur, apakah hal tersebut berkaitan dengan latar belakang genetik kita atau di mana dan bagaimana kita hidup dan makan.”

Pada akhirnya, penelitian ini menggarisbawahi potensi air liur sebagai alat diagnostik, dan menyarankan agar dokter gigi dan peneliti gigi harus memanfaatkan air liur sebagai biofluid yang berharga. Selain itu, evolusi gen yang cepat yang mempengaruhi kesehatan mulut dapat berkontribusi pada pendekatan pengobatan yang dipersonalisasi untuk menangani kesehatan mulut dan sistem. Penelitian ini memberikan gambaran menarik tentang bagaimana gen baru muncul dan terdiversifikasi antar spesies, memberikan wawasan berharga tentang hubungan rumit antara evolusi, pola makan, dan kesehatan mulut.